Selasa, 20 Oktober 2015

ASKEP KEPERAWATAN DENGAN KLIEN DIABETES MELITUS (DM)

laporan pendahuluan diabetes melitus

DIABETES MELITUS

A.        DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

B.        KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1.      Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2.      Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3.      DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4.      Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C.        ETIOLOGI
1.      Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a.       Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b.      Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.       Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2.      Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a.       Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b.      Obesitas
c.       Riwayat keluarga
d.      Kelompok etnik

D.      PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

Patways
pathway diabetes melitus
Pathway Diabetes Melitus

E.       MANIFESTASI KLINIS
1.    Diabetes Tipe I
§  hiperglikemia berpuasa
§  glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
§  keletihan dan kelemahan
§  ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.    Diabetes Tipe II
§  lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
§  gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
§  komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

F.       DATA PENUNJANG
1.      Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2.      Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3.      Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4.      Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5.   Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6.     Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7.  Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8.         Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9.         Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)
10.     Urine: gula dan aseton positif
11.     Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.

G.      KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1.    Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah
a.    HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
§  Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
§  Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada tingkat hipoglikemia
§  Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
§  Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan ketiga organ ini.

b.    SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 jam

NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma 330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose
Insulin
Permulaan Jam berikutnya

IV bolus 0.15 unit/kg RI
5 sampai 7 unit/jam RI
Elektrolit
Permulaan




Jam kedua dan jam berikutnya

Bila serum Klebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.

c.    KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1)   Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2)   Keadaan sakit atau infeksi
3)   Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
Tanda dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat.
Ketosisis dan asidosis  yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis).
Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi)
·      Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah.
·      Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah ( 0- 15 mEq/L)  dan pH yang rendah  (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Penatalaksanaan
§  Rehidrasi
1.   Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung pada tingkat dehidrasi
2.   Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada tingkat dehidrasi
3.   12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 – 300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc.
§  Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma normal.
Elektrolit
Permulaan




Jam kedua dan jam berikutnya

Bila serum Klebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

§  Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
algoritma Diabetes Melitus

          2.      Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
2.  Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3.  Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4.    Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5.    Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

H.      PENATALAKSANAAN
1.    Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1)      Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a.       Memperbaiki kesehatan umum penderita
b.      Mengarahkan pada berat badan normal
c.       Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
d.      Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e.       Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a.       Jumlah sesuai kebutuhan
b.      Jadwal diet ketat
c.       Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
§  jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi atau ditambah
§  jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
§  jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
    laporan pendahuluan diabetes melitus
      1.      Kurus (underweight)    BBR < 90 %
      2.      Normal (ideal)              BBR 90% - 110%
      3.      Gemuk (overweight)    BBR > 110%
      4.      Obesitas apabila         BBR > 120%
        §  Obesitas ringan        BBR 120 % - 130%
        §  Obesitas sedang      BBR 130% - 140%
        §  Obesitas berat          BBR 140% -  200%
        §  Morbid                    BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita   DM yang bekerja biasa adalah :
      1.      Kurus (underweight)    BB X 40-60 kalori sehari
      2.      Normal (ideal)              BB X 30 kalori sehari
      3.      Gemuk (overweight)    BB X 20 kalori sehari
      4.      Obesitas apabila          BB X 10-15 kalori sehari

2)      Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
§  Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2  jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
§  Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
§  Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
§  Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
§  Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
§  Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3)  Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4)  Obat
1)     Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1)      Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2)      Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a)    Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
-       Menghambat absorpsi karbohidrat
-       Menghambat glukoneogenesis di hati
-       Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b)   Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
c)    Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
2)   Insulin
1)   Indikasi penggunaan insulin
a)     DM tipe I
b)   DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c)    DM kehamilan
d)   DM dan gangguan faal hati yang berat
e)    DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f)    DM dan TBC paru akut
g)   DM dan koma lain pada DM
h)   DM operasi
i)     DM patah tulang
j)     DM dan underweight
k)   DM dan penyakit Graves
2)   Beberapa cara pemberian insulin
a)    Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain :
5)  Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik

2.    Keperawatan

Pengkajian
            Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
a.       PENGKAJIAN  PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
§  Airway + cervical control
1)      Airway                              
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga mulut
2)      Cervical Control   : -
§  Breathing + Oxygenation
1)      Breathing              : Ekspos dadaEvaluasi pernafasan
   -          KAD    : Pernafasan kussmaul
   -          HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
2)      Oxygenation : Kanula, tube, mask
§  Circulation + Hemorrhage control
1)      Circulation            :
   -          Tanda dan gejala schok
   -          Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
2)      Hemorrhage control : -
§  Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert                      : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon      : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons      : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive     : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri
  1. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1.   AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2.   Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3.   Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Pemeriksaan Diagnostik
1)   Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2)   Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3)   Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4)   Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5)   Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
Anamnese
a.    Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomennafas pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsipenglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
b.    Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c.    Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d.   Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e.    Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
f.     Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g.    Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
      Diagnosa yang Mungkin Muncul
a.    Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
b.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
c.    Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe 2)
d.   Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan
e.    PK: Hipoglikemia
PK: Hiperglikemi
f.     Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS


RENCANA KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
NOC:
ü Tingkat nyeri
ü Nyeri terkontrol
ü Tingkat kenyamanan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat :
1.   Mengontrol nyeri, dengan indikator :
§  Mengenal faktor-faktor penyebab
§  Mengenal onset nyeri
§  Tindakan pertolongan non farmakologi
§  Menggunakan analgetik
§  Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.
§  Nyeri terkontrol
2.   Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:
§  Melaporkan nyeri
§  Frekuensi nyeri
§  Lamanya episode nyeri
§  Ekspresi nyeri; wajah
§  Perubahan respirasi rate
§  Perubahan tekanan darah
§  Kehilangan nafsu makan
.
Manajemen nyeri :
1.        Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
2.        Observasi  reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3.        Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
4.        Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5.        Kurangi ontro presipitasi nyeri.
6.        Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
7.        Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
8.        Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9.        Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
10.    Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
11.    Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
1.         Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2.         Cek riwayat alergi..
3.         Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4.         Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5.         Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
6.         Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)

Nutritional Status : Food and Fluid Intake
§  Intake makanan peroral yang adekuat
§  Intake NGT adekuat
§  Intake cairan peroral adekuat
§  Intake cairan yang adekuat
§  Intake TPN adekuat

Nutrition Management
1.    Monitor intake makanan dan minuman yang dikonsumsi klien setiap hari
2.    Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan dengan berkolaborasi dengan ahli gizi
3.    Dorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan vitamin C
4.    Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan
5.    Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6.    Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral

3
Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe 2)

Nutritional Status : Nutrient Intake
§  Kalori
§  Protein
§  Lemak
§  Karbohidrat
§  Vitamin
§  Mineral
§  Zat besi
§  Kalsium
Weight Management
1.     Diskusikan dengan pasien tentang kebiasaan dan budaya serta faktor hereditas yang mempengaruhi berat badan.
2.     Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
3.     Kaji berat badan ideal klien.
4.     Kaji persentase normal lemak tubuh klien.
5.     Beri motivasi kepada klien untuk menurunkan   berat badan.
6.     Timbang berat badan setiap hari.
7.     Buat rencana untuk menurunkan berat badan klien.
8.     Buat rencana olahraga untuk klien.
9.     Ajari klien untuk diet sesuai dengan kebutuhan nutrisinya.

4
Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan
NOC:
ü Fluid balance
ü Hydration
ü Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
§  Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
§  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
§  Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

NIC :
Fluid management
1.         Timbang popok/pembalut jika diperlukan
2.         Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
3.         Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
4.         Monitor vital sign
5.         Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
6.         Kolaborasikan pemberian cairan IV
7.         Monitor status nutrisi
8.         Berikan cairan IV pada suhu ruangan
9.         Dorong masukan oral
10.     Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
11.     Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12.     Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
13.     Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
14.     Atur kemungkinan tranfusi
15.     Persiapan untuk tranfusi
5
PK: Hipoglikemia
PK: Hiperglikemi
Setelah dilakukan askep….x24 jam diharapkan perawat akan menangani dan meminimalkan episode hipo/ hiperglikemia.
Managemen Hipoglikemia:
1.      Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
2.      Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.
3.      Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl
4.      Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5.      K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1.      Monitor GDR sesuai indikasi
2.      Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3.      Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4.      Berikan insulin sesuai order
5.      Pertahankan akses IV
6.      Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7.      Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk
8.      Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9.      Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine
10.  Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium
11.  Anjurkan banyak minum
12.  Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
6
Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

NOC :
ü Circulation status
ü Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
a.    mendemonstrasikan status sirkulasi
§  Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan
§  Tidak ada ortostatikhipertensi
§  Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
b.    mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
§  berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
§  menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
§  memproses informasi
§  membuat keputusan dengan benar
NIC :
Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
§  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
§  Monitor adanya paretese
§  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi
§  Gunakan sarun tangan untuk proteksi
§  Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
§  Monitor kemampuan BAB
§  Kolaborasi pemberian analgetik
§  Monitor adanya tromboplebitis
§  Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi



Jangan lupa belajar juga cara membuat blog dan cara menghilangkan jerawat secara alami yang penting sekali anda ketahui gratis

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6JakartaEGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second EditionNew JerseyUpper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New JerseyUpper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar